Oleh: Wulandari, Mahasiswi Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Maritim Raja Ali Haji
Goenawan Soesatyo Mohamad atau yang lebih dikenal dengan Goenawan Mohamad adalah seorang Jurnalis dan sastrawan Indonesia terkemuka. Ia juga salah seorang pendiri Majalah Tempo. Ia merupakan adik Kartono Mohamad, seorang dokter yang menjabat sebagai ketua IDI. Dalam Periodisasi Sastra Indonesia ia dikelompokkan ke dalam Sastrawan angkatan 1966-1970an.
Goenawan lahir di Batang, 29 Juli 1941. Sejak di kelas 6 SD, ia mengaku menyenangi acara puisi siaran RRI. Ketika itu berlangganan majalah Kisah asuhan H.B Jassin. Ia menulis sejak berusia 17 tahun, dan dua tahun kemudian menerjemahkan puisi penyair wanita Amerika, Emily Dickinson.
Surat Cinta
Karya: Goenawan Muhamad
Bukankah surat cinta ini ditulis
Ditulis ke arah siapa saja
Seperti hujan yang jatuh ritmis
Menyentuh arah siapa saja
Bukankah surat cinta ini berkisah
Berkisah melintas lembar Bumi yang fana
Seperti misalnya gurun yang lelah
Dilepas embun dan cahaya.
Puisi yang berjudul Surat Cinta‘ karya Goenawan Mohamad mempunyai makna yang ingin disampaikan kepada semua orang yang sedang jatuh cinta, kadang ada dan kadang ada duka.
Seperti kalimat “Bukankah surat cinta ini ditulis” bermakna cinta itu sudah ditakdirkan oleh tuhan. Setiap orang sudah diberikan cinta masing-masing.
Bait kedua “Ditulis ke arah siapa saja” memiliki makna cinta diberikan oleh semua makhluk ciptaan Tuhan. Perbedaannya hanya kita memanfaatkan cinta itu dalam kehidupan kita.
Bait ketiga “Seperti hujan yang jatuh ritmis” kalimat ini memiliki makna kebebasan cinta yang datang seperti air yang mengalir.
Bait keempat “Menyentuh arah siapa saja” bermakna cinta dapat datang kepada mereka yang senang ataupun sedih.
Bait kelima “Bukankah surat cinta ini berkisah” bermakna cinta akan membuat cerita bagi setiap orang yang merasakannya.
Bait keenam “Berkisah melintas lembar Bumi yang fana” yang bermakna kita harus menyadari bahwa cinta yang diberikan Tuhan di dunia ini hanyalah sementara.
Bait ketujuh “Seperti misalnya gurun yang lelah” bermakna kita harus mensyukuri apa yang diberikan Tuhan kepada kita, yaitu cinta, namun jangan menjadikan cinta itu membuat kita lupa akan segalanya.
Bait kedelapan “Dilepas embun dan cahaya” bermakna jika cinta pergi, jangan menyesali karena tuhan akan memberikan lagi cinta baru, yang lebih baik dari yang sebelumnya.
Puisi Surat Cinta ini bermakna tentang anugerah Tuhan yang sangat penting dalam hidup ini, yaitu cinta. Dimana cinta membuat senang maupun sedih dan cinta akan membuat setiap cerita bagi setiap orang yang merasakannya, kita harus mensyukuri apa yang sudah dimiliki jangan sampai kita terlena dan lupa akan segalanya karena semua hanya bersifat sementara. *