LINGGA TERKINI – Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Tanjungpinang memberikan klarifikasi terkait isu yang beredar di media sosial mengenai dugaan kegiatan fiktif dalam pencetakan buku Peraturan Daerah (Perda) tentang Pajak dan Retribusi Daerah.
Kepala BPPRD Tanjungpinang, Said Alvie, menegaskan bahwa penerbitan buku Perda yang disahkan pada 5 Januari 2024 bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terkait kewajiban perpajakan daerah.
“Kami telah mencetak 2.100 eksemplar buku Perda untuk didistribusikan kepada wajib pajak di Kota Tanjungpinang. Dengan buku ini, diharapkan masyarakat lebih memahami aturan perpajakan daerah yang berlaku,” ujar Said, Kamis (30/1/2025).
Lebih lanjut, Said menjelaskan bahwa Perda terbaru disusun berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Regulasi ini mengamanatkan pemerintah daerah untuk menyusun aturan perpajakan yang lebih rinci guna mendukung transparansi dan optimalisasi pendapatan daerah.
Menanggapi isu yang beredar, ia mengimbau seluruh pegawai BPPRD untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi kepada publik agar tidak terjadi kesalahpahaman.
“Informasi yang tidak akurat dapat berdampak negatif terhadap institusi maupun individu. Kami pastikan seluruh kegiatan telah sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.
Pemko Tanjungpinang melalui BPPRD juga mengapresiasi kesadaran masyarakat dalam membayar pajak tepat waktu. Said mengingatkan bahwa pembayaran pajak wajib dilakukan sebelum tanggal 10 setiap bulan, sementara pelaporan SPTPD sebelum tanggal 15 guna menghindari denda.
“Peran serta wajib pajak sangat penting untuk kelancaran pembangunan di Kota Tanjungpinang. Tanpa kontribusi pajak, pembangunan tidak dapat berjalan optimal,” tambahnya.
Kepala Bidang Pelayanan BPPRD, Roni, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), memastikan bahwa proses pencetakan buku Perda dilakukan sesuai prosedur pengadaan barang dan jasa.
“Proses pencetakan tidak dilakukan secara fotokopi, tetapi melalui percetakan resmi yang telah memenuhi ketentuan pengadaan. Selain itu, pihak percetakan yang digunakan bukan rekanan dari keluarga pejabat BPPRD, sehingga tidak ada kepentingan pribadi dalam kegiatan ini,” jelas Roni.
Ia juga mengimbau masyarakat dan media untuk lebih bijak dalam menyampaikan informasi agar tidak menimbulkan spekulasi yang dapat menyesatkan publik.
Selain membahas isu pencetakan buku Perda, Roni juga mengingatkan masyarakat yang ingin membuka usaha, khususnya di sektor rumah makan atau restoran, untuk berkonsultasi terlebih dahulu dengan BPPRD mengenai kewajiban perpajakannya.
“Pajak restoran, pajak PBB, pajak reklame, dan retribusi parkir adalah beberapa kewajiban yang harus dipahami oleh pengusaha. Pajak restoran dikenakan kepada pelanggan, bukan pemilik usaha. Selain itu, pengusaha juga harus memahami kewajiban perpajakan lainnya seperti PPh dan PPN,” jelasnya.
Ia menambahkan, pajak reklame dikenakan untuk iklan komersial yang dipasang di tempat usaha, sementara pajak parkir berlaku bagi lahan milik usaha yang digunakan sebagai area parkir pelanggan.
“Penting bagi pengusaha untuk memahami aturan perpajakan agar bisnis dapat berjalan lancar dan sesuai dengan regulasi yang berlaku,” pungkasnya.